Jurnal Suku Gorontalo


   Hampir setiap bangunan dalam kurun waktu tertentu akan mengalami
perubahan baik langsung maupun tidak langsung. Berubah akibat adanya
proses adaptasi untuk menghadapi perubahan kebutuhan di tiap-tiap generasi
ataupun karena faktor alam. Perubahan ini terjadi karena adanya perubahan
peradaban, perubahan spirit zaman dan perubahan dari era lama ke era
baru, misalnya dari era pertanian ke era industri, sehingga kemapanan secara
ekonomis tentu berubah dan pada akhirnya berujung pada sebuah kebutuhan
perubahan yang berimbas pada bangunan.






Gorontalo, yang terletak di bagian utara pulau Sulawesi antara Kerajaan
Bolaang Mongondow dan Bwool, memiliki sejarah panjang yang penuh dengan
peristiwa konflik. Konflik yang melanda Gorontalo ini bukan hanya terjadi antara
penguasa setempat dan kekuatan asing tetapi juga di antara para penguasa
setempat sendiri. Letak Gorontalo yang berada di antara dua kawasan pelayaran
besar pada masa lalu, yaitu Laut Cina Selatan dan Teluk Tomini, ikut berperan
dalam menentukan dinamika politik yang terjadi di Gorontalo, khususnya selama
abad XVII. Dalam hal ini akan berusaha diungkapkan sebab-sebab dan
bagaimana proses konflik secara terus-menerus melanda daerah Gorontalo
selama kurun waktu itu. Abad XVII menjadi ruang lingkup temporal yang penting
bagi sejarah Gorontalo. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada abad itu,
daerah Gorontalo mencapai puncak interaksinya dengan berbagai kekuatan luar
dan sekaligus menciptakan konsolidasi intern di wilayahnya sendiri yang akan
menentukan proses perkembangan sejarahnya pada abad-abad berikutnya.




Semangat perayaan peringatan Isra’ Mi’raj secara tradisional yang
dilaksanakan setiap bulan Rajab bagi masyarakat suku Gorontalo mencirikan
karakter syiar Islam yang tidak mengabaikan unsure-unsur lokal karena
memberi nilai spiritual yang tinggi dalam pandangan hidup masyarakat yang
secara kreatif terbukanya ruang gerak bagi individu untuk aktif mengkonstruk
realitas keberagaman dalam rangka mengkritisi konsep naskah Isra’ Mi’raj
yang selama ini sangat familiar di kalangan masyarakat Islam tradisional di
Gorontalo

Masyarakat suku Gorontalo adalah masyarakat adat, yang menempatkan
adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah, sehingga secara
kultural, masyarakat Gorontalo sangat menghargai tradisi-tradisi baik secara
simbolik, naskah-naskah klasik yang mengandung syiar agama bahkan dalam
bentuk tanggomo (penuturan) sastra lisan yang disusun dalam bentuk tuja-i
(pantun) bernuansa pesan pesan moral yang islami tetap dipelihara dan
dilestarikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Observasi Kampung Tajur (Kahuripan)

Video Suku Madura