Resume Suku Naulu


           A.    Sejarah dan Asal-usul Suku Naulu
Negeri Nua Nea merupakan sebuah negeri adat yang lahir berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun,memiliki kedaulatan atas wilayah teritorial (petuanan/ulayat) dengan kekayaan alam yang berlimpah, serta kehidupan sosial yang diatur oleh norma-norma atau kaidah-kaidah adat yang tidak tertulis tetapi dihormati dan diakui oleh Masyarakat Adat Nua Nea sendiri.
Bila kita menelisik Negeri Nua Nea dari aspek historis, hal itu tidak terlepas dari kehidupan Komunitas Adat Suku Nuaulu di bagian selatan Pulau Seram yang salah satunya berada di Negeri Nua Nea sebagai pusat pemerintahan adat untuk orang-orang Nuaulu yang tersebar di beberapa kampung. Suku Nuaulu terdiri atas enam negeri yang secara administratif berada di lima kampung di bawah Negeri Sepa. Kelima kampung tersebut adalah Kampung Rohua, Bonara, Watane, Hahuwalan, dan Simalouw.
Negeri Nua Nea merupakan pusat pemerintahan adat untuk Suku Nuaulu. Untuk menelusuri sejarah, maka kita perlu menoleh ke belakang ketika awalnya semua bermula dari Nunusaku. Nunusaku adalah sebuah kerajaan pertama di Bumi Nusa Ina.Suku Nuaulu telah sejak lama mendiami Pulau Seram, khususnya Seram Tengah di bagian selatan Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Suku Naulu merupakan penduduk asli Nusa Ina Pulau Seram. Pada awalnya, negeri-negeri atau desa-desa adat yang berada pada Pulau Seram maupun Maluku pada umumnya, berada pada satu kekuasaan kerajaan, yakni Kerajaan Nunusaku yang merupakan kerajaan pertama di Nusa Ina. Berbicara Suku Nuaulu sudah barang tentu tidak terlepas dari kekuasaan Kerajaan Nunusaku. 

B.    Pokok Ajaran Kepercayaan Suku Naulu
A). Konsepsi tentang Tuhan
Suku Naulu percaya dengan adanya Allah oleh karna itu segala sesuatu yang mereka ingin langsung berdoa kepada Allah SWT. Upu ini adalah kepercayaan yang paling tertinggi bagi suku Naulu disebutkan:
Eh Upu Kuanahatana nante tuaman yaupu amomo, kalu bole aue malisene    kuakahue Irene pakarian duna sanan duna salam tanka weundo kuakarane supaya upare huru amahai sakahannusanaunda”.
Maksud dari doa tersebut adalah mereka memohon kepada Upu kuanahatana agar mereka diberikan keselamatan kebaikan di dunia untuk dirinya sendiri dan orang lain sebelum  melakukan doa tersebut mereka pun harus melakukan upacara terlebih dahulu seperti menyiapkan sesajen yang terdiri dari makana, sirih, buah pinang, tembakau, kapur dan beberapa jenis daun tertentu yang diletakan diatas piring tua. Kemudian mereka harus mengundang para ketua adat yang nantinya ketua adat tersebut harus berdiri ditengah pintu sambil membacakan kabata atau yang sejenis dengan hal itu dalam sumpahpun mereka menyebut nama Upu kuahanatana seperti “ Upu kuahanatana atau Upu Allah SWT” sambil menunjukan telunjuknya keatas.

    B). Mite pejadian
          Awalu, (Upu Kuanahatan) menjadikan nunusaku. Nunusaku adalah suatu hal yang berpribadi. Dari nunusaku inilah menjelma seorang pribadi bentuk laki-laki. Pada suatu waktu, terjadi hubungan antara seorang pribadi yang berbentuk laki-laki dengan seorang wanita yang berasal dari kayangan (langit). Dari hubungan kedua lawan jenis ini lahirlah manusia-manusia, seperti Tala, Eti dan Sapalewa. Dengan izin Upu Kuanahatana darah yang mengalir dari kelahiran Tala, Eti dan Sapalewa itu menjadi danau. Kemudian danau itu mengalir menjadi tiga sungai yaitu:
a.    Sungai yang mengalir ke utara bernama Sapalewa
b.    Sungai yang mengalir ke selatan bernama Tala
c.    Sungai yang mengalir ke barat bernama Eti. Dari sinilah kemudian manusia dan alam berkembang hingga saat ini.

  
     Upacara keagamaan suku Naulu

 Upacara suu anaku atau “memandikan anak”
     
Ada dua versi yang berkenaan dengan tujuan upacara ini. Versi yang pertama mengatakan bahwa tujuan upacara adalah agar bayi, baik ketika masih dalam kandungan maupun ketika lahir tidak diganggu oleh roh-roh jahat. Versi ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan bahwa seorang perempuan yang berbadan dua (mengandung) berada di bawah pengaruh roh-roh jahat yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan (mencelakakan), baik terhadap ibunya maupun janin (jabang bayi) yang ada dalam kendungannya. Untuk melenyapkan pengaruh roh-roh jahat tersebut maka perlu dilakukan suatu upacara suu anaku. 



a.      Upacara melahirkan
Suku Naulu ‘mengharamkan’ tikusune yang dibangun, ditengok atau dimasuki oleh kaum laki-laki saat wanita mengalami masa datang bulan atau melahirkan. Bagi wanita yang merasa akan datang masa datang bulan harus segera meninggalkan rumah dan mengasingkan diri di gubuk pamali hingga masa haidnya berakhir. Dan bagi kaum wanita yang akan melahirkan biasanya diantarkan oleh sanak saudaranya ke gubug pamali dan di bantu oleh dukun beranak saat proses persalinan. Sedangkan pusar bayi dipotong dengan sembilu (kulit bambu yang cukup tajam). Anehnya penggunaan sembilu yang sangat membahayakan dapat diatasi oleh dukun tersebut. Setelah dua minggu berada di dalam gubuk ibu dan anaknya sudah bisa keluar gubuk untuk membersihkan diri (mandi), sedangkan pihak keluarga dan dukun beranak (biang) sehari sebelumnya harus berpuasa sehari sebelum menerima kehadiran si ibu dan bayinya kembali ke rumah.


a.       Upacara perkawinan

Adat merupakan salah satu rangkaian daur hidup yang senantiasa dilalui oleh semua orang, dan oleh karenanya perlu dirayakan. Itulah sebabnya masyarakat Naualu percaya bahwa perkawinan bukanlah merupakan urusan dari kedua individu, melainkan merupakan urusan kelompok-kelompok kerabat dari kedua belah pihak yang akan melaksanakan perkawinan tersebut. Kawin minta bini (maso minta) adalah istilah khas daerah ini atau dapat disamakan dengan meminang. Bentuk kawin dengan meminang ini adalah bentuk khas masyarakat yang hubungan kekerabatannya adalah patrilineal (kebapakan/garis keturunan ayah) yang juga berlaku bagi suku Nuaulu. Prosesi upacara: acara peminangan, pembicaraan mengenai harta kawin dan tanggal perkawinan, panama. Nilai penghormatan kepada orang tua ketika ada sangksi untuk anak yang lari kawin, yang didalamnya juga terkandung nilai keteladanan yang baik yang patut dicontohi, karena generasi sekarang ini sudah kurang beretika dalam masalah percintaan. Tidak menunggu waktu untuk menikah sudah hamil terlebih dahulu,tidak menunggu waktu untuk menikah sudah lari kawin terlebih dahulu. Bahkan nilai kesetiaan kejujuran dan terkandung di dalam pengalungan kain selayaknya cincin pada kita yang beragam Kristen atau islam. Juga nilai kebersamaan,dimana kedua pasangan nantinya dalam mengarungi rumah tangga selalu bersama-sama menghadapi masalah kehidupan terutama dalam membesarkan dan mendidik anak-anak mereka kelak.



                                                        Daftar pustaka

http://www.dahsyat.net/tradisi-suku-naulu/1477  Dikutip pada 14 Februari 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Observasi Kampung Tajur (Kahuripan)

Kepercayaan Lokal Suku Flores

Resume Suku Toraja