Resume Suku Tengger
1.
Sejarah
Tengger
Ditinjau dari artu
etimilogisnya tengger berartui
‘berdiri tegak’, diam tanpa begerak (Jw). Sedangkan bila dikaitkan dengan
kepercayaan yang hidupn dalam masyarakatnya, tengger diartikan sebagai tenggering
budhi luhur (Jw), tengger berarti tanda atau ciri yangv memberikan sifat
khusu pada seuatu. Dengan kata lain tengger dapat berati ‘sifat-sifat
budi pekerti luhur’. Arti yang kedua adalah ‘daerah pegunungan’, yang memang
tepat dengan keadaan sebenarnya bahwa masyarakat Tengger berada pada lereng-lereng
pegunungan Tengger dan Semeru.
Kata Tengger juga mengisahkan
tentang cerita suami istri yang bernama Rara Anteng dan Jaka Seger, yang
menjadi legenda dalam masyarakat tengger. Diceritakan bahwa masyarakat suku
Tengger adalah masyarakat yang taat dan patuh pada pemimpin, dan juga taat
melaksanakan acara, adat, dan hari raya besar. Masyarajkat suku Tengger juga
sangat baik antara satu sama yang lain. Antar tetangga saling menolongh dan
membantu bagi mereka yang lagi kesusahan, hal ini terwujud dalam beberapa
tingkah laku seperti dalam kegiatan bercocok tanam, hajatan, mendirikan rumah,
mengatasi bencana, dllMasyarakat Tenggerberagama Hindu-Budha yang terpadu dengan adat kepercayaan tradisional. Masyarakat suku Tengger hidup dalam kedamaian, itu karena mereka masih bisa menjaga kesederhanaan, adat tradisional pun masih mereka jaga dan pelihara. Namun ada beberapa tahapan sejarah masyarkat suku Tengger.
Sejak awal zaman kerajaan hindu-budha di Indonesia pegunungan
Tenggern diakui sebagai tempat suci. Bukti ini bisa dipelajari pada batu
prasasti yang ditemukan, dan prasasti itu berasal dari abad ke-10. Prasasti itu
menyebutkan bahwa sebuah desa bernama Walandit, terletak di pegunungan Tengger
adalah tempat yang disebut sebgai tempat yang suci karena ditempati oleh
hulun (abdi) yakni ahli spiritual yang patuh dari sang Hyang Windhi Wasa.
Masyarakat Tengger
masih berhubungan dengan Hindj dan kerajaan Majapahit. Hal ini karena pada
gunung bromo ada keterkaitan dengan Brahma, yang dimana Gunung Bromo dijadikan
tempat pemujaan terhadap dewa Brahma. Sementara hubungan dengan Majapahit
adalah karena adanya alat-alat yang berada pada suku Tengger yang biasa dipakai
pada saat upacara adalah alat yang juga ada pada kerajaan Majaphit terdahulu.
Luas daerah Tengger kurang lebih 40 km dari utara ke selatan; 20-30
dari tmur ke barat, diatas ketinggian antara 1000 m-3676 m. Daerah Tengger
terletak pada bagian dari empat kabupaten, yaitu: Probolinggo, Pasuran, Malang,
dan Lumajang.
Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing-tebing yang
curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak pada
ketinggian 2300 m, dengan panjang masih aktif mengeluarkan asap yang
menggelembung ke angkasa. Di sebelah selatan menjulang puncak Gunung Semeru
dengan ketinggian 3676 m.
Upacara Adat
dan Perayaan
1.
Upacara
KASADA
Kasada merupakan hari penting utuk
memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Upacara perayaan
ini dilakukan pada tanggal 14 Dan 15 bulan purnama, pada bulan keduabelas (kasada).
Penyelanggaraannya di laut pasir, sisi utara dikaki Gunung Batok, dan upacara
pengorbarbanannya ditepi kawah puncak Bromo. Perayaan ini merupakan hari raya
tengger. Perayaan dimulai sejak sore hari hingga pagi harinya pada bulan
purnama.
Upacara ini sering disebut sebagai upacara
Kurban. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya Kasada, diadakan berbagai
tontonan seperti; tari-tarian, balapankuda di lautan pasir, jalan santai,
pameran. Sesajen persembahan disebut Ongkek terdiri dari 30 macam
buah-buahan dan kue. Ongkek inilah yang akan dibuang di kawah Pulang Mengambil
"Air Suci" dari Gowa gunung Widodaren 10 Gunung Bromo. Bahan
pembuatan ongkek diambil dari desa yang selama setahun tidak memiliki warga
yang meninggal
Upacara Kasada juga dipakai untuk mewisuda
calon dukun baru. Disebut DiksaWidhi. Di samping itu ada pula upacara penyucian
umat yang disebut palukatan.
2. Upacara
Karo
Upacara ini bertujuan untuk kembali ke
Satyayoga, yakni kesucian. Upacara Karo juga merupakan upacara besar. Paling
besar setelah Kasada. Masyarakat Tengger mempercayai, pada Hari Raya Karo
inilah Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan YME) menciptakan “Karo”, yakni dua
manusia berjenis lelaki dan perempuan sebagai leluhurnya, yakni Rara Anteng dan
Jaka Seger. Upacara Karo dilaksanakan 12 hari. Masyarakat Tengger mengenakan
pakaian baru, perabot baru. Makanan dan minuman melimpah pada hari raya mereka.
Antarkeluarga saling mengunjungi. Tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah:
Mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan menghormati
leluhurnya.
Memperingati asal usul manusia. Untuk
kembali pada kesucian. Untuk memusnahkan angkara murka. Upacara Karo di Bromo
selalu dihubungkan dengan Legenda Ajisaka sebagai refleksi sifat dan sikap
kejujuran sebagaimana manusia di Zaman Satya Yoga. Alkisah, pada zaman dahulu
(diperkirakan abad pertama masehi), ada seorang pengembara sakti bernama Saka
yang baru saja menyelesaikan pelajaran susastra di padepokan yang dipimpin
resi. Dua murid yang menyertainya adalah: Dora dan Sembada. Mereka mengembara
menembus hutan belantara, singgah di tempat-tempat suci. Akhirnya, sampailah
mereka pada sebuah pulau yakni Majesti.
3. Entas-entas
Upacara Entas-entas secara khusus dilaksanakan untuk menyucikan
atman ( Roh) orang yang telah meninggal dunia, yaitu pada haru yang ke 1000.
Akan tetapi, pelaksanaannya sering di adakan sebelum hari ke 1000 untuk
meringkas upacara-upacara kematian itu.
Dalam pelaksanaan upacara Entas-entas, dukun mengenakan pakaian
khusus dan menggunakan beberapa alat upacara. Pakaian khusus itu adalah:
a. Baju Antrakusuma yaitu, sehelai kain tanpa jahitan yang
diperoleh sebagai warisan dari nenek moyang. Biasanya baju ini disimpan dalam
Klonthongan atau sebuah tandu yang disimpan di atas loteng sanggar Agung.
Selain itu dipakai juga ikat kepala dan selempang
b. Prasen,
yang berasal dari kata rasi yang berarti zodiak. Prasen ini berupa
mangkok yang bergambar bintang dari zodiak yang dimiliki para dukun yang
berangka tahun saka, 1249, 1251, 1253, 1261, dan pada dua Prasen lainnya
terdapat tanda tahun saka 1275. Tanda tahun majapahit. Hal ini membuktikan dan
memperkuat anggapan bahwa penduduk Tengger berasal dari kerajaan Majapahit.
c. Tali
sampet, terbuat dari kain batik, atau kain berwarna kuning yang dipakai
oleh Pandhita tanggerang.
Daftar pustaka
Widayaprakosa, simanhadi, Masyarakat Tengger Latar
Belakang Daerah Taman Nasional Bromo, 1994 KANISIUS, Jogjakarta
Capt. R. P. Suyono, Mistisime Tengger
Sejarah, Agama, dan
Tradisi Suku Tengger Gunung BromoAlpha Savitrigreensavitri@gmail.com
Komentar
Posting Komentar