Resume Suku Nias

A.    Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi
Pulau Nias yang terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga ,daerah Provinsi Sumatera Utara.  Pulau dengan luas wilayah 5.625 km2 ini berpenduduk 700.000 jiwa yang dihuni oleh suku Nias atau mereka menyebut diri mereka Ono Niha yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau yang memiliki penduduk mayoritas Kristen protestan telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.
Pulau yang memiliki luas wilayah 5.625 kilometer persegi ini memiliki keindahan alam dan pantai yang begitu mempesona. Banyak objek wisata yang dapat dikunjung dipulau Nias, Nias memiliki Pantai yang bias mengimbangi pantai – pantai di Bali seperti pantai pantai yang ada di Nias Utara, Nias Barat, dan Gunung Sitoli. Wisata budaya juga menjadi prioritas para pelancong baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Akan tetapi pada 26 Desember 2004, gempa bumi Samudera Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah 122 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Lalu pada 28 Maret 2005, pulau ini kembali diguncang gempa bumi, tadinya diyakini sebagai gempa susulan setelah insiden desember 2004 di Aceh, namun kini peristiwa tersebut merupakan gempa bumi terkuat kedua didunia sejak 1965. Sedikitnya 638 orang dilaporkan tewas serta ratusan bangunan hancur.

B.     Asal Mula Manusia dan Sejarah
MITOS PENCIPTAAN
1.Versi Pertama
Menurut mitos dalam syair hoho  (sastra lisan Nias kuno) yang berkembang di Pulau Nias, alam semesta beserta seluruh isinya merupakan ciptaan Lowalangi. Lowalangi menciptakan langit dengan cara mengaduk-aduk angin yang beraneka warna dan kekuasaaan dalam kegelapan dengan menggunakan tongkat gaib yang disebut sihai . Proses pengadukan berlangsung selama beberapa hari. Hasilnya terciptalah langit yang memiliki beberapa lapisan dan masing-masing lapisan dihubungkan dengan sebuah tangga. Lapisan terakhir atau sering disebut lapisan ke-9 adalah tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lain yang disebut Teteholi Ana’a yang letaknya sangat jauh dari Pulau Nias. Pada lapisan inilah Lowalangi menciptakan sebatang pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora'a . Pohon itu kemudian berbuah dan buahnya dierami oleh seekor laba-laba emas selama 9 (sembilan) bulan, yang juga merupakan ciptaan Lowalangi. Dari buah yang dierami tersebut menetaslah sepasang ‘dewa’ pertama di alam semesta. Mereka adalah Tuhamora'aangi Tuhamoraana'a yang berjenis kelamin laki-laki dan Burutiraoangi Burutiraoana'a yang berjenis kelamin perempuan. Namun, karena sepasang ‘dewa’ itu tidak mengikuti perintah Lowalangi maka mereka dikeluarkan dari Teteholi Ana’a dan ditempatkan di suatu tempat yang bernama Tatembari Ana’a , dan tempat tersebut masih berada di langit lapisan terakhir. Setelah berada di Tatembari Ana’a  sepasang ‘dewa’ ini beranak cucu dan pada be berapa keturunan berikutnya lahirlah seseorang yang bernama Langi Sagörö sebagai manusia pertama.

.2 Versi Kedua
Manusia diciptakan oleh Lowalangi dari buah atau biji pohon yang tumbuh dari jantung makhluk hidup pertama, lalu berbagai dewa keluar dari buah lain dari bagian pohon tersebut, di antaranya Lature, Barasi-Lulu dan Baliu.
Saat dua buah terbawah masih sangat kecil, Lature berkata pada Barasi-Lulu dan Baliu bahwa buah-buah paling bawah ini miliknya. Tapi Baliu berkata "Kalau kamu bisa membuat manusia dari buah-buah ini, mereka milikmu, jika tidak berarti bukan milikmu,".Lature pun mencoba untuk membuat manusia tetapi tidak berhasil. Lalu Lowalangi memberikan sebuah ‘alat’ ke Barasi-Lulu untuk membuat manusia dan dengan ‘alat’ inipun Barasi-Lulu  tidak mampu membuat manusia namun berhasil membuat tubuh manusia yaitu laki-laki dan perempuan tanpa nyawa. Kemudian Lowalangi memberikan kepada Baliu angin sambil berkata, "masukkan semua angin itu ke dalam tubuh manusia itu melalui mulutnya, bila seluruh angin dapat terserap maka manusia itu akan hidup abadi dan bila hanya sebagian maka umurnya tergantung pada jumlah angin yang masuk." Baliu melakukan perintah Lowalangi dan manusia itu pun menjadi hidup, namun tidak semua angin yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia itu terserap. Lalu Baliu memberikan nama kepada manusia itu, yaitu Tuhamora'aangi Tuhamoraana'a yang berjenis kelamin laki-laki2 dan Burutiraoangi Burutiraoana'a yang berjenis kelamin perempuan. Jadilah mereka sebagai manusia pertama.


Sistem Religi
Kebudayaan Nias merupakan salah satu kebudayaan Nusantara yang bebas dari pengaruh Hindu – Budha maupun Islam. Orang Nias mengalami banyak perubahan dalam hal kepercayaan dan agamanya. Dahulu kepercayaan orang Nias percaya pada system yang bersumber pada kekuatan alam dan roh leluhur dan juga dua kekuatan super natural,  yang menampakkan diri sebagai gejala-gejala alam dan arwah leluhur mereka. Kekuatan adikodrati (super-natural) bersumber pada gejala-gejala alam yang memiliki nama sesuai dengan tempat atau system kekuatannya.
Para leluhur Nias kuno menganut kepercayaan animisme murni. Mereka mendewakan roh-roh yang tidak kelihatan dengan berbagai sebutan, misalnya: Lowalangi, Laturadanö, Zihi, Nadoya, Luluö dan sebagainya. Dewa-dewa tersebut memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda. Selain roh-roh atau dewa yang tidak kelihatan dan tidak dapat diraba tersebut di atas, mereka juga memberhalakan roh-roh yang berdiam di dalam berbagai benda berwujud, misalnya: berbagai jenis patung, (Adu Nama, Adu Nina, Adu Nuwu, Adu Lawölö, Adu Siraha Horö, Adu Horö dll) yang dibuat dari bahan batu atau kayu dan juga percaya pada pohon tertentu, misalnya: Fösi, Böwö, Endruo, dll. Oleh karena masyarakat Nias percaya terhadap banyak dewa, maka sering disebut bahwa orang Nias kuno menganut kepercayaan politheisme.
Dalam acara pemujaan dewa-dewa tersebut, mereka menggunakan berbagai sarana misalnya: Dukun atau pemimpin agama kuno (Ere) sebagai perantara dalam menyampaikan permohonan selalu memukul fondrahi (tambur) pada saat menyampaikan permohonan dalam bentuk syair-syair kuno (Hoho) atau mantera-mantera. Selain itu, para ere juga mempersiapkan sesajen, misalnya: sirih dan makanan lainnya untuk dipersembahkan kepada para dewa agar apa yang dimohon dapat dikabulkan. Sesajen dalam bentuk makanan (babi, ayam, telur) disertai kepingan emas juga diberikan supaya upacara pember-halaan itu sempurna dan permohonan dikabulkan. Persembahaan dalam bentuk korban makanan dapat dibagi-bagi kepada orang yang hadir, akan tetapi setelah upacara penyembahan selesai, emas sering kali menjadi porsi ere pada akhirnya. 
Banyak benda-benda mati yang dipercayai seolah-olah hidup dan memiliki kekuatan supernatural (sakti) sehingga dijadikan jimat sebagai sumber dan penambah kekuatan/kekebalan. Dari bebatuan, misalnya: Sikhöri Lafau, Kara Zi’ugu-ugu, Kara Mboli, Öri Zökha dan sebagainya. Sesama manusia juga di-ilah-kan. Hal ini tergambar dari ungkapan seperti: Sibaya ba sadono Lowalani (Lowalangi) ba guli danö. Artinya: Paman (saudara laki-laki sekandung dari ibu) dan orang tua merupakan jelmaan Tuhan yang hadir di bumi. Maka tidak heran kalau dalam tradisi kuno sebelum agama baru masuk di Nias, patung leluhur (Adu Zatua) selalu dibuat untuk kemudian diberhalakan. Kepercayaan dalam bentuk ani-misme-politheisme ditinggalkan oleh masyarakat setelah para misionaris menyebarkan agama di Nias. Pembuatan patung-patung dilarang, karena hanya dipandang dari sisi teologis saja, sementara pesan moral dan nilai seni di dalam berbagai patung (ukiran dan pahatan) itu tidak dihiraukan.
Pemusnahan patung-patung secara besar-besaran dilakukan pada masa adanya gerakan ‘Fangesa Dödö Sebua’ (pertobatan massal) sejak tahun 1916 sampai dengan tahun 1930 yang dimotori oleh para misionaris Kristen dari Eropa yang menganut pandangan “Christ against Culture” (Kristus menentang Kebudayaan). Serta berbagai pengabaran injil yang dilakukan oleh para misionaris deninger di kepulauan Nias.
Saat ini religi orang Nias yang berlaku pada masa dahulu sudah tidak sama lagi dengan yang sekarang. Karena sekarang sebagian besar orang Nias sudah beragama Kristen Protestan. Namun ada agama lain yang juga mempunyai penganut di Nias adalah agama Islam, Katolik, dan Budha.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/9036997/ASAL_USUL_NENEK
MOYANG_MASYARAKAT_NIAS                                          https://ammarhamzah9.wordpress.com/2013/03/13/kebudayaan-di-nias/     http://watipuspitasari.blogspot.co.id/2011/04/kebudayaan-sukunias.html                                                                                   
   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Observasi Kampung Tajur (Kahuripan)

Video Suku Madura