Suku Gorontalo

A. Sejarah Suku Gorontalo
 
   Menurut catatan sejarah, Jazirah Semenanjung Gorontalo (Gorontalo Peninsula) terbentuk kurang lebih 1300 tahun lalu, di mana Kerajaan Suwawa telah ditemukan berdiri pada sekitar tahun 700 Masehi atau pada abad ke-8 Masehi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya makam para Raja di tepian hulu sungai Bulawa. Tidak hanya itu, makam Raja Suwawa lainnya dapat kita temukan di hulu sungai Bone, yaitu makam Raja Moluadu (salah seorang Raja di Kerajaan Suwawa) bersama dengan makam istrinya dan anaknya.
Namun, sebagai salah satu jazirah tertua di Sulawesi dan Nusantara, Semenanjung Gorontalo pun tidak hanya memiliki catatan sejarah pada prasasti makam-makam Rajanya dahulu, melainkan pula memiliki situs prasejarah yang telah ditemukan. Situs Oluhuta, merupakan sebuah situs prasejarah dan memiliki makam prasejarah di dalamnya. hal ini dapat menjadi bukti bahwa Gorontalo telah memiliki peradaban yang sangat lampau.
Sementara itu, Kota Gorontalo merupakan salah satu kota tua di Pulau Sulawesi selain Kota Makassar dan Manado. Diperkirakan, Kota Gorontalo sudah terbentuk sejak kurang lebih 400 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1500-an pada abad ke-16. Kota Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Kawasan Timur Indonesia, selain Ternate (sekarang bagian dari Provinsi Maluku Utara).
Seiring dengan penyebaran agama tersebut, Kota Gorontalo akhirnya menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah "Tomini-Bocht" seperti Wilayah Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Wilayah Buol, Wilayah Luwuk, Banggai, Donggala (Sulawesi Tengah) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Hal ini dikarenakan, Kota Gorontalo memiliki letak yang sangat strategis, posisinya menghadap langsung ke Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.


B. Sistem Bahasa

  Bahasa gorontalo terbagi atas tiga dialek,yaitu: gorontalo,bolango,dan suwawa. Saat ini,dialek yang umum di pakai adalah dialek gorontalo. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat di bagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,berkomunikasi,dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial,sendangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno dan untuk mengeksploisasi ilmu pengetahuan dan teknologi.


C. Sistem Religi
  Masyarakat gorontalo mayoritas beragama islam,yang masuk pada abad ke-16. Namun mereka masih mempercayai mahluk-mahluk halus dalam bahasa gorontalo (mitolohuta) dan kekuatan gaib (hulobalangi). Sebagian beranggapan makam para orang sakti dahulu adalah keramat. Upacara tradisional terkait dengan keper-cayaan akan adanya mahluk-mahluk yang mendiami alam raya ini,meliputi upacara untuk kesuburan tanah,me-nolak wabah penyakit,gerhana bulan,membuka hutan dan minta hujan. Alat-alat yang di pakai untuk perlengkapan upacara harus lengkap. Tiap alat tersebut harus menunjukan lubang religious. Bauh asap kemenyan yang di bakar yang merupakan makanan setan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Observasi Kampung Tajur (Kahuripan)

Video Suku Madura